Saturday, May 30, 2015

dari bumi untuk kalian


Kudedikasikan raga ku hanya untuk kalian wahai manusia
Ku biarkan kalian memijakan kaki kaki kecil kalian di atas raga ku ini
Tiada amarah ku tunjukan hanya tuk menopang kehidupan kalian
Tiada sepatah permintaan ku tuntut pada kalian
Beban ku terima, tapi apa kudapat?
Kalian perkosa diriku tuk memuaskan ego ego kalian
Kalian ambil permata emas ku hanya tuk di jadikan alat pemuas kalian
Kalian gali perutku tak menyisakan tuk ku simpan
Kalian racuni diriku dengan sampah sampah berserakan
Kalian kikis sebagian diriku hanya tuk di jadikan material bangunan
Kalian jadikan diriku sebagai alasan peperangan
Kalian jadi kan diriku sebagai alibi atas korban berjatuhan
Dahulu air ku merupakan secercah harapan
Dahulu air ku tersebar di manapun kalian butuhkan
kalian minum dariku tuk melanjutkan rantai kehidupan
tapi lihat lah diriku sekarang
warna ku menghitam bagai bara yang terbakar
keberadaan ku sulit di temukan
diriku yang merupakan secercah harapan
sekarang bisa menjadi sumber ketakutan
apa yang membuatku seperti ini?
Manusia dengan limbah limbah mereka!
Tak bertanggung jawab hancurkan kemurnian diriku


Wahai manusia tidakah kalian sadar atas tindakan tindakan yang  kalian lakukan?

Saturday, May 16, 2015

figur ( an ) utama.

Pernah ga lo berada di suatu posisi dimana eksistensi keberadaan lo hanya dianggap sebagai figur yang tidak lebih sebagai figuran semata yang hanya muncul ketika figur figur pemaeran utama lain satu persatu pergi memutus kontrak janji yang telah di sepakatkan, membatalkan secara sepihak, menyelewengkan tanggung jawab yang telah dipercayakan, dan disitulah posisi lo sebagai aktor figuran yang keberadaa nya hanya dibutuhkan pada saat  moment moment krusial tersebut .



Padahal di sisi lain di dalam diri lo terpendam potensi dimana dengan telenta terpendam lo, lo berkesempatan menjadi seorang figur utama yang dengan tekad dan niat jujur lo akan meghasilkan komposisi yang memiliki tingkat presisi yang tinggi untuk dapat mengisi peran sentral tersebut. Hanya saja kepercayaan menjadi titik permasalahan krusial bagi lo dalam mengambil kesempatan memainkan peran utama itu. Mungkin karena lo dianggap gagal dalam percobaan memainkan peran itu sebelumnya, keterbatsan skill dan pengalaman yang membuat itu semua terjadi, tapi pertanyaannya apakah hanya skill dan pengalaman yang menjadi titik acuan dalam menentukan suatu pilihan? Sementara nilai- nilai moralitas dan etika di kesampingkan dan di anggap sebelah mata? Padahal lo disini masih dalam tahap perkembangan yang progresif, dan mengantongi prospek yang menjajikan, tapi kembali lagi ke permasalahn awal, lo telah di anggap GAGAL! Dan ‘pintu’ kesempatan itu seakan hanya terbuka untuk mengesankan bahwa lo masih mempunyai kesempatan ke dua, dan pada kenyataan nya, sejatinya pintu itu terbuka untuk aktor lain.

Pertanyaan nya, harus bagaimanakah sekarang? Apakah memainkan peran lain dapat menjadi solusi pragmatis atas permasalahn lo sekarang? Mungkin jawabannya adalah tidak, karena 3 tahun terakhir ini lebih dari 10 peran lain yang telah lo paksakan untuk dimainkan hanya serta merta untuk dapat beralih dari peran utama yang selama ini menjadi impian dan cita cita lo selama ini, dan nyatanya semua usaha lo itu tidak lain dan tidak bukan hanya merupakan suatu kegagalan. Karna ada ke tidak tulusan dari dalam diri lo untuk memainkan peran peran lain itu sehingga berimbas pada ke labilan dalam ke totalitasan yang merupakan elemen penting yang harus di junjung tinggi oleh seorang aktor.


Mungkin hanya penantian yang dapat lo lakukan sekarang di samping usaha lo dalam memfiksasi kan diri lo untuk dapat menunjukan kepada khalayak bahwa hanya lo lah satu satu nya aktor yang pantas dan hanya lo lah aktor yang akan mengisi peran tersebut untuk terakhir dan selamanya.

Tuesday, May 5, 2015

end?

                       

                 Apa yang di harpakan dari sekumpulan kawanan ketika memasuki era baru yang mungkin dalam hitungan hari akan berganti? tentunya regenerasi dari suatu pembaharuan di suatu kawanan yang merupakan harapan tertinggi dari para pencetus, pendri, pembangun di suatu kawanan, tapi apa jadinya  jika para regenerator yang merupakan titisan harapan harapan para pendahulu terkesan antipati terhadap regenerasi yang di angan angan kan? apakah akan tetap menjadi angan angan dari suatu harapan visioner dari para pendahulu? Apakah semua ini akan terhenti di waktu mana bila inisiatif hanya merupakan bayangan semu belaka? apakah para pendahulu ini harus meregenerasikan diri mereka sendiri sedangkan tanggung jawab akan perkara yang lebih menantang sudah siap menyambut di era era kedepan? Atau apakah tradisi yang telah di pondasikan dibiarkan melenggang ke jalan sejarah? Apakah tradisi ini akan dibiarkan tertulis dalam diary lampau atas hal hal gila dari sekumpulan pendahulu yang ternyata dapat menaikan tingkat elaktibilitas di antara populasi populasi pada suatu ekosistem? Adakah yang menyimpang dari para pendahulu dalam memperbaharui pola pikir para generasi generasi penerus? Adakah yang salah dalam sistem rantai regenerasi ini? Apakah semua ini akan menjadi buku terjudul the end of our way? 'humor' yang sangat mengibur dari para penerus.

Monday, May 4, 2015

Rumah

               Rumah? Kadang gue bingung dengan kata itu, apa makna dari suatu rumah, tempat tinggal? Tempat istirahat? Tempat transit? Atau cuma sebagai tempat lo untuk nge buang kepenatan dari sibuk nya civitas? Dalam perjalanan hidup gue banyak yg ternyaya tempat yang gue kira rumah tapi nyata nya cuma ilusi semata, banyak tempat yang gue kira untuk menata kehidupan tapi nyatanya gue hanya bisa berdiri di pintu depan, jadi apa sebenarnya definisi yang bisa menjelasakan arti rumah sebenarnya? Mungkin lebih dari 10 tempat yg pernah gue singgahi, ada yg sebulan, ada yg 1 tahun, ada yang sampe 3 kalender gue balik dan nytanya gue ga pernah menemukan apa arti rumah itu sendiri, terkadang ada juga rumah yg awal nya menyambut gue dengan penuh suka cita dan harapan tapi pada akhirnya hanya menggap gue sebagai aset baginya, bagi 'rumah' yg pernah gue singgahi mungkin gue hanya tamu potensial yg bisa menaikan derajat dari 'rumah'- 'rumah' itu. Apakah gue ga layak untuk mendapat suatu tempat dimana gue akan tinggal selamanya di sana, merawat, membahagiakan dari apa yg gue tinggali itu. Sekarang pun gue terluntang lantung di dekat suatu tempat yg udah 3 tahun ini ingin gue singgahi dan ingin menetap di dalam nya.
Kenyataan nya tempat itu hanya sekedar membuka kan pintu dan tidak memperboleh kan gue masuk, gue hanya bisa melihat dari jauh dan ber angan angan akan keindahan ketika gue bisa masuk ke dalam nya, gue sadar gue bukan apa apa dan bukan siapa siapa dan gue ga punya apa apa yg bisa meyakinkan si pemilik bahwa gue pantas untuk berada di dalam situ. Banyak orang bertamu ke dalam sana dan mungkin hanya gue yang ga dapat kesempatan, setiap kali gue ingin bertamu yanh ada hanya akan keluar kata kata dari si pemilik "apakah dia pantas untuk berada di dalam sini?" Buah dari keraguan yg berbuntut pada di telantar kan nya gue di luar sana, harus bagaimana lagi untuk gue membuktikan dan membuka mata si pemilik bahwa apa yg gue ingin kan hanya lah membuat rumah itu jadi rumah satu satu nya yang akan gue jaga dan akan gue naikan derajat nya di mata para tetangga yg sudah mempunyai rumah masing masing. Gue ingin ketika dimana pun gue berada, gue akan tetap punya rumah yg akan selalu gue pulangi, harapan sederhana dari seorang idealis yg menanti akan ada nya harapan yg selalu di komitmen kan selama 3 tahun ini.

Realita

                      Ketika lo 3 tahun untuk menunggu suatu jawaban atas usaha yang selama ini lo lakukan untuk suatu tujuan yang sebenernya bukan untuk kebahagiaan lo, dan nyatanya jawaban itu ga pernah ada dan segala pertanyaan yang ga pernah terjawab, yang lo cuma bisa lakukan adalah usaha tiada akhir sampai kejenuhan sendirilah yang akan jadi pembatas atas niat muluk- muluk lo. Tapi apakah ini semua sia- sia? apakah semua ini akan menjadi wasting orientation? pertanyaan yang mungkin mengiang ngiang di gue sekarang, karna semua itu merupakan realita yang gue kelahikan sekarang, realita yang mungkin gue tenggelam di dalamnya. Apakah ini semua akan ada akhirnya? Apakah semua ini akan terjawab? Apakah semua ini akan jadi akhir yang membinarkan mata? atau akan jadi akhir yang penuh air mata? Gue pernah mencari jawaban tapi dengan lain subjek, dan hasilnya nihil dan hanya menuntun gue ke dalam jurang petaka, yang berimbas juga pada realita gue sekarang, cuma penyesalan yang setia menemani gue atas tindakan gue tempo lalu. Kadang ada dilema antara gue harus siap menerima konsekuensi dan ke tidak siapan atas dampak dari konsekuensi tersebut, mungkin sekarang gue lagi berada dalam suatu situasi dimana apapun yang gue lakukan adalah suatu aib dan kesalahan, apakah komitmen ini adalah memang jalan yang Tuhan arahkan? Yang jelas gue bingung apa yang harus gue lakukan selanjutnya, karena kalo boleh jujur gue udah berjalan terlalu jauh dan kelelahan tapi disisi lain tidak ada jalan lain yang bisa gue lewati kecuali jalan yang gue lewati sekarang, jalan yang tiada ujung dan harapan. Harus bagaimana?

Sunday, May 3, 2015

frustated

           Masih ada jalan kah buat gue untuk sekarang, masih ada harpan kah buat gue untuk sekarang, karna hampir semua yg gue kerjain selama ini sebagai bentuk dedikasi atas konitmen yg telah gue yakinin, tapi semua ga berjalan sesuai dengan ekspetasi yg gue yg gue targetkan malah terkesesan apa yg gue lakukan selama ini cuma sebagai tindakan kosong yg ga berarti apa apa, ini semua berangkat dari sikap balik yg gue terima, gue paham kalo emang gue ga punya hak apa apa untuk sesuatu itu, karena itu seperti ada duel antara hati dan logika di dalam sini, di satu sisi gue bukan siapa siapa tapi di satu sisi gue pengen jadi apa apa, gue cuma ga mau lagi nge bohongin apa yg gue rasa karena kebohongan itu bakal jadi bumerang buat gue, dan sadar atau engga sekarang gue lagi ngerasain impact dari benturan bumerang tadi, buah dari kebohongan, pemaksaan, pemerkosaan terhadap diri gue sendiri, dan ketika gue sadar mungkin emang belom terlambat tapi mungkin juga nasi udah jadi bubur, jujur gue frustasi atas apa yg harus gue lakukan sekarang, diam? jalan? Buang? Im frustated.