Tuesday, February 9, 2016

PERSPEKTIF IMAN


            Merupakan hal yang sangat biasa jika kita berbicara akan perbedaan, perbedaan akan suku bangsa, bahasa, budaya, dan prespektif akan iman dalam hal ini agama. Mungkin lo sering menemukan dalam kutipan-kutpan yang berceceran luas yang membahas perbedan akan perspetif iman. Mungkin bunyinya seperti ini “Perbedaan di ciptakan untuk melukiskan suatu keindahan”, ya mungkin kurang lebih itulah inti dari semua kutipan-kutipan abstrak yang membawa kita ke dalam toleransi akan perbedaan, toleransi yang sebagian di artikan ‘ekstrim’ bagi sebagian orang yang berujung pada pluralism bahkan multikulturalisme. Masih sebuah pertanyaan besar bagi sebagian orang “Mengapa perbedaan perspektif ini di ciptakan?’. Jika kita membahas pertanyaan ini, akan timbul diferensi dari setiap jawaban-jawaban yang di ambi dari perspektif iman masing-masing orang. Pada haikatnya tiap-tiap manusia di ciptakan sama tanpa adanya perbedaan akan apa dan siapa, manusia memang tertakdir untuk dilahirkan sama, dan manusia tertakdir pula untuk memliki perbedaan. Masih menjadi sebuah misteri dari sang Ilahi perhihal rencana-Nya dalam menciptakan perbedaan perspektif iman ini.
            Perspektif Iman merupakan fenomena lumrah yang ada di dalam komunitas sosial, dan merupakan fenomena yang membutuhkan toleransi besar dalam bersikap karena sedikit banyak, jelas ataupun samar akan menimbulkan keretakan sosial bila toleransi ini tidak tersikapi. Mungkin orang yang biasa pergi ke bangunan berkubah akan sangsit ketika melihat orang yang pergi ke bangunan bergaya katedrhal, mungkin orang yang menghias pohon cemara akan sangsit melihat orang yang memakan ketupat, semua ini tentang toleransi akan perbedaan persepektif iman.            Yang menjadi masalah bila sepasang insan dalam komunitas sosial tadi ingin mengikatkan diri dalam suatu komitmen akan hidup bersama secara bahagia. Apakah toleransi yang di agung-agung kan bagi setiap suku bangsa yang di canagkan dalam sebuah kata bernama ‘demokrasi’ dapat di terapkan dalam fenomena seperti ini. Mungkin banyak kita dengar dan kita lihat sendiri fenomena perbedaan akan perspktif iman yang di abaikan demi cinta yang terjalin antara dua insan, fenomena yang sebagian di artikan sebagai kebodohan karena pada tiap iman yang di anut menuntut akan kesejenisan akan perspktif iman. Apakah ini dari suatu perbedaan, benteng tinggi yang ‘menghalangi’ cinta antara dua insan yang ingin saling berkomiten.            Mungkin jawaban yang dapat gue berikan cuma satu mengenai perspektif iman, yaitu sejauh mana cinta lo kepada Dzat yang menciptakan perspektif iman tadi di bandingkan cinta lo terhadap se- insan manusia yang juga merupakan ciptaan-Nya, lebih sederhananya adalah apakah lo lebih mencintainya dibandingkan Dia yang menciptakannya. Ubah perspektifnya, yakinkan dia yang lo perjuangkan cintannya, demi cinta lo terhadap diri-Nya.