Selamat datang di era globalisasi milenialisme dimana materialsime
merupakan tolak ukur dari suatu pencapaian akan kesuksesan, dimana nominal
angka menentukan dalam lo mencari kesajahteraan. Sedikit humor bahwasanya hidup
kita sekarang ditentukan dari angka-angka yang secara sistematis dapat
dikorelasikan dengan tingkat ‘kebahagiaan” lo . Dari mulai menjalani proses
akademik hingga terjun kedalam lingkaran hidup bermasyarakat, semua dinilai secara
kuantitatif.
Disini mungkin gue akan berbicara dimana angka, 2,75, 3,25, 3,51 benar-benar
akan menentukan bagaimana lo akan menghadapi anomali nya era globalisasi
milenialsime sekarang. Mungkin angka-angka tadi tidak asing bagi lo lo semua
yang berumur diatas 19 tahun keatas, bagi generasi yang lahir antara tahun
1996-1999 angka-angka tadi merupakan tolak kesuksesan dalam menghadapi
lika-liku rutinitas yang sekarang lo sedang jalani, sedangkan bagi generasi ‘baru
produktif’ (tahun 1995 – 1993) yang katanya secara ‘kualitatif’ telah dinilai
dihargai dengan angka-angka tadi yang sifatnya kuantitatif. Pertanyaannya apakah
angka-angka tadi secara kualitatif dapat menggambarkan sejauh mana kopetensi
dari generasi baru pdroduktif ini? Melihat perkembangan dan sistem yang ada
sekarang ada 2 jawaban untuk pertanyaan tadi, jawaban yang dilandasi dari
tiap-tiap stake holder yang memandang berbeda akan angka-angka tadi. Bagi para
penguasa tau lebih dibiliang tuan-tuan koorporasi yang membutuhkan ‘budak-budak’
korporat tentunya akan menggaris bawahi bahwasanya angka-angka tadi akan
menjadi penentu tingkat kompetensi para generasi baru produktif ini, dimana
angka 3 menjadi kunci utama pembuka pintu jika ingin mengikuti dan menjalani
rutinitas korporat. Faktanya sekarang rutinitas koorporat merupakan damba an
dari para generasi baru produktif ini, kenapa gue bisa berbicara seperti ini? Gue
ambil contoh dari rekan-rekan satu generasi yang sempat berinteraksi dan
menjalani proses akademik bersama, hampir 90% diantaranya mendambakan diri
mereka menjalani rutinitas koorporat tadi termasuk gue sendiri, karena kembali
lagi para tuan-tuan koorporasi ini menawarkan sejumlah angka-angka menarik yang
sifatnya materialsime kepada calon-calon generasi baru produktif, ditambah
seperti yang gue bilang di awal bahwasanya sekarang materialisme merupakan
tolak ukur lo dalam mencari kesejahteraan. Bagi generasi baru produktif
berlebel 3 kesempatan itu mungkin terbilang besar mengingat secara sistem
tuan-tuan koorporasi meneptapkan standar minimal ‘kualitatif’ 3, sekarang bagi
para generasi baru produktif berlebel 2,75, apakah tidak berhak menikmati
kesajehteraan di era ini atau apakah generasi berlebel ini tidak punya
kesempatan untuk menjalani rutinitas koorporat tadi? Sekarang pertanyaanya
sejauh mana perbedaan 3 dan 2,75 yang benar-benar secara kualitatif dapat
dilihat? Faktanya banyak generasi baru produktif berlebel 2,75 dapat
berdampingan menjalani kehidupan koorporat dengan generasi berlebel 3, walaupun
secara start up mungkin generasi berlebel 2,75 melewati pintu lain yang tidak
sama dengan para generasi berlebel 3. Bagi gue itu tidak menjadi masalah,
karena bagi gue yang terpenting adalah output yang kualitatif, bukan mereka
yang quantitatif tapi angka yang ada sebenranya imajinatif. Gue ga menyalahkan
karena memang lebel 3 dapat menggambarkan bahwa secara kualitatif dapat
dikatakan baik, tergantung bagaimana cara mendapatkannya, namun bukan berarti
angka 2,75 dapat dikatakan memiliki kopetensi yang kurang baik karena
sebenarnya kalian tidak tahun apa yang mereka telah lalui sehingga menjadi
manusia 2,75, steatment gue sekaligus menjadi jawaban kedua dari pertanyaan di
awal tadi dengan kata lain jawabannya keduanya adalah “belum tentu, tergantung
cara mendapatkannya”.
No comments:
Post a Comment